Rabu, 28 Januari 2009

Bagaimanapun Tetap Sholat



Anakku sholat adalah kewajiban, itu yang diajarkan oleh ayah-ibuku yang kini menjadi kakek nenek kalian, dulu ketika aku menjadi anak-anak mereka selalu mengingatkanku agar aku selalu sholat dalam keadaan bagaimanapun , jadi hari ini dan seterusnya aku sebagai ayahmu mengajak kalian untuk selalu mendirikan sholat, kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan bagaimanapun. ketika engkau jadi anak-anak maka sholatlah dengan riang gembira, ketika engkau dewasa sholatlah dengan khusu, ketika engkau dalam keadaan susah sholatlah dengan air mata kekhusuan, ketika engkau dalam keadan senang sholatlah dengan penuh rasa syukur, dan ketika engkau dalam keadaan sibuk sesibuk apapun tetaplah sholat. karena sholat adalah kewajiban.

Kamis, 04 Desember 2008

Hari Ini Milikmu

Anakku Hari Ini Milikmu

Hari itu hari Jum’at tanggal 5 Desember 2008, selesai sholat maghrib berjamaah dengan anak istriku, saya termenung “ternyata tahun sudah mau berganti lagi” terasa cepat sekali tahun berganti….kita sudah berada diambang pergantian tahun, terlintas olehku betapa cepatnya waktu,…inilah bukti benarnya ucapan Nabi Muhammad 1500 an tahun yang lalu, menjelang akhir zaman waktu terasa cepat. Akhirnya sebuah getar-getar jiwa masuk dalam relung hati sanubariku, aku bertanya pada diriku sudahkah menunaikan kewajiban sebagai seorang bapak bagi keluarga kecilku, bagi siswa-siswiku di sekolah? Sementara saat itu…aku lihat istri dan tiga buah hatiku sedang belajar Iqro….anak-anakku mengelilingi ibunya…damai hati ini.
Dan akhirnya disuatu malam sengaja kutulis ini, untuk anak-anakku tersayang…suatu saat tulisan ini insyaalloh akan dibaca oleh anak-anakku kelak dan mungkin oleh murid-muridku di sekolah. Aku ingin kita menghargai waktu.
Anakku…,
Jika kita berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari inilah yang akan kalian jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan segala kebaikan dan keburukanya, dan juga bukan esok hari yang belum tentu datang. Hari yang saat ini mentarinya menyinari kita, dan siangnya menyapa kita, hari inilah hari kita.

Anakku…, pada hari ini pula sebaiknya kita mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras. Dan pada hari inilah kalian harus bertekad mempersembahkan kualitas pribadi yang sholeh-sholihat, sholat yang khusu’, baca alqur’an dan maknanya, dzikir dengan sepenuh hati, keseimbangan dalam segala hal, keindahan dalam akhlak, kerelaan dengan semua yang Alloh berikan, nerima ing pandum kata bapakku dulu ketika di desa, perhatian terhadap alam sekitar, perhatian terhadap kesehatan jiwa dan raga, serta perbuatan baik terhadap sesama.

Anakku.., umur kita, mungkin tinggal hari ini. Maka, anggaplah masa hidup kita hanya hari ini, atau seakan-akan kalian dilahirkan hari ini dan akan menghadap Yang Maha Kuasa hari ini juga. Dengan demikian hidup kalian tak akan tercabik-cabik diantara gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan bayangan masa depan yang penuh ketidakpastian dan acapkali menakutkan.

Anakku…, pada hari dimana kalian hidup saat inilah sebaiknya kalian membagi waktu dengan bijak. Jadikanlah setiap menitnya laksana ribuan tahun dan setiap detiknya laksana ratusan bulan. Tanamkanlah kebaikan sebanyak-banyaknya pada hari itu, tebarkanlah salam untuk semua. Lalu, persembahkanlah sesuatu yang paling indah untuk hari itu. Ber-istighfarlah atas semua dosa, ingatlah selalu kepada Alloh, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan menuju alam keabadian, dan nikmatilah hari ini dengan segala kesenangan dan kebahagiaan ! Terimalah rezeki, tugas-tugas dari orang tua dan gurumu atau PR, ilmu, atau apapun pada hari itu terimalah dengan penuh keridhoan.

Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur".(Q.s Al-A’rof :144)

Anakku…, hiduplah hari ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian dan kebencian. Dan, kemudian hendaklah kalian ingat “goreskanlah pada dinding hati kalian” sebuah kalimat Hari ini adalah harimu. Yakni, bila hari ini kalian dapat minum air jernih dan segar, maka mengapa kalian bersedih atas air asin yang kalian minum kemarin, atau menghawatirkan air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi ? Bila, hari ini kalian dapat memakan nasi hangat yang harum baunya, maka apakah nasi goreng atau nasi aking yang telah kalian makan kemarin atau nasi hangat esok hari yang belum tentu ada itu akan merugikan kalian ?

Anakku sayang…, Jika kalian percaya pada diri sendiri, serta memiliki semangat dan tekad yang kuat, kalian akan dapat menundukkan diri untuk berpegang pada prinsip aku hanya akan hidup hari ini. Prinsip inilah yang akan menyibukkan diri kalian setiap detik untuk selalu memperbaiki keadaan, mengembangkan semua potensi, dan mensucikan setiap amalan.
Dan, ketahuilah anakku, itu semua akan membuatmu berkata dalam hati hanya hari ini aku berkesempatan untuk mengatakan yang baik-baik saja. Tak berucap kotor dan jorok yang menjijikkan, tidak akan mencela, menghardik dan membicarakan kejelekan orang lain. Hanya hari ini aku berkesempatan menertibkan rumah, buku-buku pelajaran agar tidak semrawut dan berantakkan. Dan karena hanya ini saja aku akan hidup, maka aku akan memperhatikan kebersihan tubuhku, kerapihan penampilanku, kebaikan tutur kata dan tindak tandukku. Dan karena hanya akan hidup hari ini maka aku akan berusaha sekuat tenaga untuk taat pada Alloh, mengerjakan sholat sesempurna mungkin, membekali diri dengan sholat-sholat sunah nafilah sebagi ibadah tambahan, berpegang teguh pada Alqur’an dan Sunah Nabi, mengkaji dan mencatat segala yang bermanfaat. Aku hanya akan hidup hari ini, maka aku akan menanam dalam hatiku semua nilai keutamaan dan mencabut darinya pohon-pohon kejahatan berikut ranting-rantingnya yang berduri, baik sifat takabur, ujub, riya, dan buruk sangka.

Anakku.., jika berpikir hanya hari ini aku akan dapat menghirup udara segar udara kehidupan, maka aku akan berbuat baik kepada orang lain dan mengulurkan tangan kepada siapapun. Aku akan menjenguk mereka yang sakit, mengantarkan jenazah, menunjukkan jalan yang benar bagi yang tersesat, memberi makan orang kelaparan, menolong orang yang sedang kesulitan, membantu orang yang sedang di zhalimi, meringankan penderitaan orang yang lemah, mengasihi mereka yang menderita, menghormati orang-orang yang sholeh dan alim, menyayangi anak kecil, dan berbakti pada kedua orang tua.

Anakku, jika kita berpikir aku hanya akan hidup hari ini, maka aku akan mengucapkan wahai masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti mataharimu, aku tak akan menangisi kepergiannmu, dan kamu tak akan melihatku termenung sedetikpun untuk mengingatmu, kamu telah meninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi.
Dan, wahai anakku…, jika kita berpikir tentang masa depan, maka masa depan merupakan sesuatu yang masih gaib, aku tak akan bermain-main dengan khayalan dan menjual diri hanya untuk sebuah dugaan. Akupun tak akan memburu sesuatu yang belum tentu ada, karena esok hari mungkin tak ada sesuatu, esok hari adalah sesuatu yang belum diciptakan dan tak ada satupun darinya yang dapat disebutkan.

Wahai anakku sayang…, hari ini milikmu merupakan ungkapan paling indah dalam kamus kebahagiaan, kamus bagi mereka yang menginginkan kehidupan yang paling indah dan menyenangkan,… demikian anakku….semoga ini dapat bermanfaat untuk menghiasi hidup kita lebih indah. Selamat menjalankan hidup bahagia.

Akhirnya jam pun sudah menunjukkan pukul 03.30 lewat…aku pun berdo’a semoga hidup kita selalu dalam bimbingan dan hidayahNya, tuk hidup bahagia dunia akhirat…wah…indahnya……

Demikian. Wassalamu’alaikum wr.wb. (mukohar)

Minggu, 23 November 2008

Peran Orang Tua dan Guru terhadap Prestasi Siswa

PERAN ORANG TUA
Secara umum para nobelis fisika lahir dari keluarga yang memiliki tradisi ilmiah yang cukup kuat. Banyak di antara orang tua mereka yang berpendidikan tinggi dan akhirnya menjadi pendorong keputusan mereka untuk berkarir di bidang ilmiah. Hideki Yukawa, misalnya. Nobelis fisika 1949 asal Jepang ini mengikuti jejak ayahnya, Takuji Ogawa, seorang profesor fisika di Universitas Kyoto. Sin-Itiro Tomonaga (nobelis 1965) juga berayahkan seorang profesor di Universitas Kyoto, tapi di bidang filsafat. Sejak masa kanak-kanak Tomonaga kecil telah dikirim ke sekolah berkualitas di Jepang.Secara umum para nobelis fisika lahir dari keluarga yang memiliki tradisi ilmiah yang cukup kuat. Banyak di antara orang tua mereka yang berpendidikan tinggi dan akhirnya menjadi pendorong keputusan mereka untuk berkarir di bidang ilmiah. Hideki Yukawa, misalnya. Nobelis fisika 1949 asal Jepang ini mengikuti jejak ayahnya, Takuji Ogawa, seorang profesor fisika di Universitas Kyoto. Sin-Itiro Tomonaga (nobelis 1965) juga berayahkan seorang profesor di Universitas Kyoto, tapi di bidang filsafat. Sejak masa kanak-kanak Tomonaga kecil telah dikirim ke sekolah berkualitas di Jepang.
Sedangkan ayah Samuel Chao Chung Ting, (nobelis 1976) adalah seorang profesor teknik di Universitas Nasional Taiwan dan ibunya profesor psikologi. Ketika Ting dilahirkan, kedua orang tuanya sama-sama sedang belajar di Universitas Michigan, Amerika. Sejak kecil Ting disosialisasikan dengan dunia pendidikan tinggi dan komunitas ilmiah sehingga ia dapat bertemu dengan para ilmuwan kolega orang tuanya. Namun kesan mendalam yang tertanam dalam benak Ting adalah kisah neneknya yang sukses melalui masa-masa sulit dalam hidup mereka untuk memperjuangkan ibunya memperoleh pendidikan yang baik. Semua itu berpengaruh besar bagi Ting dan membawanya pada keputusan untuk berkarir di bidang ilmiah. Sekalipun ada yang tidak berpendidikan tinggi, orang tua dari para nobelis fisika tetap memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Mereka pun mendukung dan memberi perhatian akan bakat dan minat sang anak. Misalnya, orang tua dari Abdus Salam, nobelis 1979 asal Pakistan. Ayahnya bukan ilmuwan hebat, hanya seorang pegawai departemen pendidikan di daerah pertanian miskin, tetapi keluarganya memiliki tradisi pendidikan yang kuat. Sedangkan Subramanyan Chandrasekhar (nobelis 1983) berayah seorang pegawai departemen keuangan India dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa namun berintelektual tinggi. Kedua orangtuanya, menurut Chandrasekhar sangat menaruh perhatian pada pendidikan anak-anaknya. Orangtuanyalah yang langsung mengajar secara khusus di rumah hingga ia berusia 12 tahun. Orang tua Daniel Tsui, nobelis fisika tahun 1998 asal Cina bahkan buta huruf dan miskin. Mereka memang berasal dari desa kecil yang terkoyak perang. Tapi mereka bekerja keras untuk mengirim Tsui ke sekolah terbaik di negerinya sekalipun harus melepas anaknya ke tempat yang sangat jauh. Perhatian orang tua pada anak mereka juga bisa diwujudkan dengan membelikan mereka buku-buku atau hadiah yang dapat merangsang minat sang anak terhadap bidang ilmiah. Misalnya ayah peraih nobel 1999 asal Belanda, Gerard Hooft. Ayah Hooft yang menangkap bakat ilmiah anaknya sering membelikan buku-buku pengetahuan dan permainan yang merangsang kreativitas Hooft. Hooft masih ingat ketika ayahnya membelikan buku tentang radio. Juga ketika ia dibelikan mainan yang cukup mahal tetapi dengan perjanjian ia harus membuat apa yang diinstruksikan dalam buku panduan meskipun kemudian ia malah membuat model lain berdasarkan idenya sendiri. Hooft mengingat pemberian ayahnya itu sebagai hal terbaik yang pernah dilakukan sang ayah terhadap dirinya.Perhatian orang tua pada anak mereka juga bisa diwujudkan dengan membelikan mereka buku-buku atau hadiah yang dapat merangsang minat sang anak terhadap bidang ilmiah. Misalnya ayah peraih nobel 1999 asal Belanda, Gerard Hooft. Ayah Hooft yang menangkap bakat ilmiah anaknya sering membelikan buku-buku pengetahuan dan permainan yang merangsang kreativitas Hooft. Hooft masih ingat ketika ayahnya membelikan buku tentang radio. Juga ketika ia dibelikan mainan yang cukup mahal tetapi dengan perjanjian ia harus membuat apa yang diinstruksikan dalam buku panduan meskipun kemudian ia malah membuat model lain berdasarkan idenya sendiri. Hooft mengingat pemberian ayahnya itu sebagai hal terbaik yang pernah dilakukan sang ayah terhadap dirinya. Hal positif lain tentang orang tua para nobelis fisika adalah kebebasan yang diberikan orang tua mereka dalam memilih karir. Misalnya, orang tua dari W.Ketterle, nobelis fisika 2001 asal Jerman. Ia menulis bahwa orang tuanya membebaskan dirinya juga adik dan kakaknya dalam berkarir sehingga mereka bertiga memiliki karir yang beragam. Tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua di Indonesia umumnya sedikit tidak rela membiarkan anaknya memilih karir di bidang fisika. Ini terutama karena anggapan salah bahwa penghasilan seorang fisikawan tidak bisa dibanggakan seperti profesi lainnya. Banyak orang tua di Indonesia yang lebih suka anaknya memilih bidang teknik dengan alasan yang tidak tepat yaitu masa depannya lebih cerah. Padahal seperti dikatakan oleh Martinus G. Veltman, nobelis fisika tahun 1999, fisika teori merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat berguna untuk dipelajari. Ilmu ini memang tidak menyiapkan seseorang untuk menguasai satu bidang kerja tertentu. Tetapi metode ilmiah yang dipelajari akan berguna untuk berbagai bidang kerja. Sebagai contoh, beberapa penerima nobel ekonomi mempunyai latar belakang fisika yang sangat kuat. Banyak fisikawan dibutuhkan di bursa-bursa saham dunia sebagai analis yang tentunya dibayar dengan gaji yang sangat tinggi.
PERAN GURU
Selain orang tua, peran guru sebagai faktor pendukung keberhasilan seorang fisikawan juga tidak bisa dikesampingkan. Ada di antara nobelis fisika ada yang tertarik menggeluti bidang fisika karena kekagumannya terhadap sang guru. Zhores I. Alferov, misalnya. Penerima nobel fisika tahun 2000 asal Rusia ini di masa mudanya beruntung mendapat guru fisika yang sangat bagus. Alferov bahkan masih ingat dengan baik nama gurunya itu; Yakov Borisovich Meltserson. Guru ini, kenang Alferov mampu “menaklukkan” murid-murid di kelasnya yang nakal-nakal sehingga mereka mau duduk tenang dan menyimak pelajaran yang disampaikannya. Mr Meltserson tampaknya memang sangat mencintai fisika. Dalam mengajar ia senantiasa mendorong imajinasi murid-muridnya bekerja. Penjelasannya tentang cara kerja osiloskop dan sistem radar membuat Alferov terkagum-kagum. Setamat sekolah, Alferovpun mengikuti saran gurunya itu untuk melanjutkan pendidikan di Ul'yanov Electrotechnical Institute di Leningrad (LETI) dan mendalami fisika. Pengalaman Martinus G. Veltman (nobelis 1999) dengan guru fisika di sekolah menengahnya bahkan lebih berkesan. Mr Baunes, demikian nama sang guru, kenang Veltman pernah datang ke rumah khusus untuk bertemu dengan orang tuanya dan menyarankan mereka agar mengirim Veltman ke perguruan tinggi untuk mengambil jurusan fisika. Pada masa itu masuk perguruan tinggi di negerinya masih tergolong ekslusif. Apalagi kondisi keuangan keluarganya juga sedang mengalami kesulitan. Namun akhirnya orang tua Veltman tidak keberatan untuk mengikuti saran gurunya itu dan memasukkannya ke Universitas Utrecth. Sebenarnya dalam keluarga Veltman sendiri, pendidikan adalah hal yang diapresiasi tinggi terutama karena ayahnya adalah kepala sekolah setempat. Selain itu, saudara ayahnya banyak yang berprofesi sebagai guru. Namun, bagi fisikawan kelahiran kota Waalwijk, Belanda ini apa yang telah dilakukan Mr Beunes tetap merupakan satu hal yang sangat istimewa. Kelak Veltman mengetahui, banyak fisikawan besar yang telah berhutang budi pada guru fisika mereka yang berkualitas dan penuh dedikasi.(dikutip dari yohanes surya)

Senin, 10 November 2008

sebelum baca artikel ini, ada baiknya anda klik dulu di http://www.formulabisnis.com/?id=mukohar

Minggu, 09 November 2008

LESSON STUDY PAI DI SMPN 1 Lembang

A. Sejarah Perkembangan Lesson Study
Lesson study dalam bahasa Jepang disebut jugyokenkyu. Istilah lesson study diciptakan oleh Makoto Yoshida.[1] Makoto Yoshida, seorang pakar lesson study dan praktek pembelajaran di Jepang, memberikan gambaran mengenai lesson study di Jepang. Praktek lesson study mempunyai sejarah panjang terkait dengan upaya perbaikan pembelajaran dan pemelajaran di kelas dan telah membantu dalam pengembangan kurikulum di Jepang. Yoshida memberikan garis besar pelaksanaan lesson study sebagaimana dipraktekkan di Jepang, termasuk perencanaan jadwal lesson study, pemilihan tema penelitian, penyiapan research lesson, penulisan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, diskusi tentang research lesson, penulisan laporan lesson study, dan penyelenggaraan open house. Lesson study, yang dalam bahasa Jepangnya Jugyokenkyu, adalah proses pengembangan profesi yang dipraktikkan guru-guru di Jepang secara berkelanjutan agar dapat memperbaiki mutu pengalaman belajar siswa dalam proses pembelajaran yang mereka fasilitasi. Praktik ini mempunyai sejarah panjang, dan secara signifikan telah membantu memperbaiki pembelajaran (teaching) dan pemelajaran (learning) di kelas maupun dalam pengembangan kurikulum. Banyak guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Jepang melaporkan bahwa lesson study merupakan salah satu pendekatan pengembangan profesi penting yang telah membantu guru-guru tumbuh berkembang sebagai profesional sepanjang karir mereka.[2] Guru-guru Jepang menyelenggarakan lesson study dalam berbagai bentuk dan cara. Lesson study dilaksanakan sebagai bagian dari pengembangan profesi berbasis sekolah yang dikenal dengan nama Konaikenshu dan diselenggarakan menurut kelompok sekolah atau kelompok mata pelajaran. Lesson study juga dapat dilaksanakan antar sekolah. Di Jepang kegiatan lesson study dilaksanakan menurut wilayah (seperti, kecamatan, kabupaten, dsb.), kelompok guru (misalnya, kelompok guru mata pelajaran di sekolah dan kelompok guru MGMP). Lesson study juga menjadi bagian dari pendidikan guru di tahun pertama mereka bertugas, serta sebagai bagian dari asosiasi maupun institusi pendidikan. Lesson study terdiri dari tiga bagian utama: (1) merencanakan tema penelitian (research theme) dari lesson study; (2) pelaksanakan sejumlah research lesson yang akan mengeksplorasi research theme; dan (3) refleksi proses pelaksanaan lesson study, termasuk pembuatan laporan tertulis. Perancanaan dalam leson study di awali dengan identifikasi research theme dalam lesson study. Proses penetapan research theme (tujuan utama) untuk lesson study tertentu melibatkan diskusi awal di antara semua guru dalam tim/kelompok. Proses ini biasanya dilakukan di awal proses lesson study. Research theme biasanya disusun dengan terlebih dulu mengidentifikasi kesenjangan antara kenyataan kemampuan belajar dan pemahaman siswa dengan harapan guru terhadap kemampuan siswa, berdasarkan pada data yang ada dan refleksi terhadap praktik pembelajaran di kelas. Selain itu, guru-guru mendiskusikan bagaimana mereka akan dapat menutup kesenjangan kinerja siswa itu. Melalui kegiatan ini, guru-guru di Jepang mengembangkan research theme dan memanfaatkannya sebagai fokus upaya perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan lesson study. Research theme juga digunakan untuk menentukan berhasil tidaknya suatu lesson study. Untuk menetapkan research theme, sekolah mengadakan pertemuan guru dua kali. Semua kelompok guru dari berbagai kelas berbagi pandangan mereka tentang kondisi kemampuan belajar siswa, kelemahan siswa dalam belajar dan harapan mereka terhadap siswa. Kemudian guru-guru mengidentifikasi beberapa masalah umum yang dapat mereka sepakati untuk melakukan perbaikan kemampuan belajar siswa. Dalam proses perencanaan pembelajaran, guru-guru mengembangkan research lesson tertulis yang rinci. Perencanaan research lesson secara tertulis merupakan komponen sangat penting dari proses lesson study. Proses penulisan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) itu sendiri akan membantu guru memperdalam pemikiran mereka mengenai masalah-masalah yang terkait. RPP research lesson merupakan rekaman tertulis dari kerja tim/kelompok. Rencana itu juga berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan guru-guru lain di dalam maupun di luar kelompok selama proses lesson study. Akhirnya, tim bisa berbagi RPP research lesson dengan pelaku-pelaku lesson study lain sehingga upaya kelompok dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dalam upaya memperbaiki pembelajaran. Setelah rencana pelaksanaan pembelajaran tersusun, seorang guru dari anggota kelompok melaksanakan pembelajaran research lesson di kelasnya sementara anggota yang lain menjadi pengamat. Guru-guru dari luar kelompok perencana juga diundang agar dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perbaikan pelaksanaan pembelajaran. Setelah pelajaran selesai, lalu diadakan sesi evaluasi (refleksi) dan para pengamat merefleksi serta membahas pelaksanaan research lesson. Hal-hal yang mereka pelajari dari diskusi itu menjadi masukan berharga bagi penyempurnaan research lesson yang akan diimplementasikan berikutnya di kelas lain. Kegiatan ini bersifat optional, namun sangat dianjurkan, terutama bagi pelaku lesson study pemula, karena pelaksanaan pembelajaran serta kegiatan pengamatannya dalam siklus yang pertama dapat membantu guru-guru untuk mengetahui bagaimana perencanaan yang telah mereka buat akan benar-benar bisa berhasil dilaksanakan di kelas sesungguhnya. Menyaksikan pelaksanaan pembelajaran di kelas juga memfasilitasi terjadinya diskusi yang lebih produktif untuk mengembangkan pelajaran yang lebih baik. Setelah dilakukan revisi research lesson, anggota yang lain dari kelompok itu mengajarkannya di kelas lain. Jumlah pengamat biasanya lebih banyak dalam pelaksanaan research lesson yang ke dua ini. Seorang penasehat dari luar biasanya diundang pada kesempatan ini. Setelah pelajaran berakhir, kemudian dilaksanakan sesi briefing untuk merefleksi dan membahas pelaksanaan research lesson. Akhirnya, RPP research lesson dan pemikiran-pemikiran yang dihasilkan dari diskusi itu disusun menjadi sebuah laporan tertulis. Agar pelaksanaan briefing berjalan lancar dan efektif, perlu ada seorang fasilitator dan notulen. Guru yang mengajar, kelompok pembuat RPP research lesson, fasilitator, notulen, dan penasehat dari luar biasanya duduk bersama dan berdiskusi dengan pengamat-pengamat lainnya. Sesi briefing ini dimulai dengan refleksi terhadap pelaksanaan research lesson oleh guru yang melaksanakan pembelajaran. Guru tersebut berbagi pandangan tentang proses belajar siswa, kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, keputusan-keputusan yang diambil yang menyimpang dari rencana semula, dan isu-isu penting lain yang ingin didiskusikannya bersama para peserta diskusi. Kemudian anggota-anggota tim penyusun RPP yang lain berbagi hasil pengamatan mereka. Dari refleksi guru-guru ini, fasilitator menyeleksi beberapa topik yang akan dijadikan fokus pembahasan, baru kemudian diskusi terbuka bagi semua peserta. Lima sampai sepuluh menit terakhir biasanya diperuntukkan bagi penasehat dari luar. Penasehat dari luar akan bertugas merangkum hasil diskusi dan memberikan saran-saran bermanfaat mengenai hal-hal yang dapat dijadikan pelajaran dari pengamatan research lesson itu bagi semua peserta. Refleksi dan perekaman untuk membuat ringkasan (summary) tentang kegiatan dan pencapaian kelompok lesson study serta membuat rekaman/laporan agar dapat dimanfaatkan di kemudian hari, sekolah mengumpulkan RPP research lesson yang telah dibuat sepanjang tahun, data serta catatan hasil observasi, sampel-sampel pekerjaan siswa, catatan hasil diskusi, dan refleksi mengenai kegiatan lesson study untuk dijadikan sebagai laporan akhir. Rekaman ini menjadi resources yang penting bagi para guru untuk memperbaiki praktik pembelajaran mereka di kemudian hari. Di Jepang sekolah-sekolah membuat laporan lesson study semacam ini yang kemudian disimpan di sekolah, di dewan pendidikan dan pusat-pusat pendidikan. Laporan-laporan ini seringkali dibagi-bagikan ketika ada penyelenggaraan lesson study open house dan dihadiahkan kepada tamu-tamu penting yang berkunjung ke sekolah. Kelompok-kelompok perencana research lesson terlibat dalam siklus-siklus lesson study saat mereka tidak sedang sibuk dengan kegiatan sekolah. Mereka cenderung menghindari pelaksanaan lesson study ketika sekolah menyelenggarakan event-event penting, tes, dsb. Ketika mereka punya cukup waktu, guru-guru biasanya terlibat secara intensif dalam kegiatan lesson study. Pada awal tahun, waktu untuk lesson study biasanya dimanfaatkan untuk merencanakan jadwal lesson study dan penetapan tujuan. Di akhir tahun, waktu dicadangkan untuk membuat ringkasan (summary) kegiatan-kegiatan lesson study. Terdapatnya banyak grup penyusun RPP research lesson yang berbeda memberi kesempatan lebih banyak kepada para guru untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran yang disiapkan dengan matang serta terlibat dalam diskusi-diskusi pelaksanaan pembelajarannya. Guru-guru Jepang menyatakan bahwa setiap tahun mereka biasanya mepunyai sekitar 10 kesempatan melakukan observasi research lesson di dalam maupun di luar sekolahnya dan mendapat satu atau dua kesempatan mengajar di hadapan guru-guru lain sebagai bagian dari lesson study. Selain itu, mereka juga melaporkan bahwa lesson study dalam setting konaikenshu ini membantu guru-guru melaksanakan pembelajaran yang konsisten dan koheren bagi siswa di sekolah.[3] Lesson study Open House, sesekali sekolah-sekolah di Jepang membuka diri untuk umum guna memperlihatkan prestasi mereka dalam pelaksanaan lesson study. Tujuan lesson study open house adalah untuk berbagi capaian lesson study suatu sekolah dengan sekolah-sekolah lain dan berdiskusi dengan tamu undangan untuk belajar dari mereka. Biasanya, juga dilaksanakan sejumlah pembelajaran research lesson sementara para tamu bertindak sebagai pengamat. Lalu disusul dengan diskusi tentang pelaksanaan research lesson. Sekolah tuan rumah biasanya membuat booklet berisi RPP research lesson disertai brosur yang memberi gambaran tentang keadaan sekolah serta hasil karya dari pelaksanaan lesson study. Guru-guru setempat yang cukup berpengaruh, widyaiswara, dan profesor dari perguruan tinggi sering diundang sebagai penasehat luar untuk menyampaikan perspektif mereka tentang pencapaian pelaksanaan lesson study di sekolah itu. Ciri-ciri utama lesson study yaitu memberi kesempatan nyata kepada para guru menyaksikan pembelajaran di ruang kelas. Lesson study membimbing guru untuk memfokuskan diskusi-diskusi mereka pada perencanaan, pelaksanaan, observasi/ pengamatan, dan refleksi pada praktik pembelajaran di kelas. Dengan menyaksikan praktik pembelajaran yang sebenarnya di ruang kelas, guru-guru dapat mengembangkan pemahaman atau gambaran yang sama tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat membantu siswa memahami apa yang sedang mereka pelajari. Karakteristik unik yang lain dari lesson study adalah bahwa lesson study menjaga agar siswa selalu menjadi jantung kegiatan pengembangan profesi guru. Lesson study memberi kesempatan pada guru untuk dengan cermat meneliti proses belajar serta pemahaman siswa dengan cara mengamati dan mendiskusikan praktik pembelajaran di kelas. Kesempatan ini juga memperkuat peran guru sebagai peneliti di dalam kelas. Guru membuat hipotesis (misalnya, jika kami mengajar dengan berlangsungnya pelajaran dan menentukan apakah hipotesis itu terbukti atau tidak di kelas. Ciri lain dari lesson study adalah bahwa ia merupakan pengembangan profesi yang dimotori guru. Melalui lesson study, guru dapat secara aktif terlibat dalam proses perubahan pembelajaran dan pengembangan kurikulum. Selain itu, kolaborasi dapat membantu mengurangi isolasi di antara sesama guru dan mengembangkan pemahaman bersama tentang bagaimana secara sistematik dan konsisten memperbaiki proses pembelajaran dan proses belajar di sekolah secara keseluruhan. Selain itu, lesson study merupakan bentuk penelitian yang memungkinkan guru-guru mengambil peran sentral sebagai peneliti praktik kelas mereka sendiri dan menjadi pemikir dan peneliti yang otonom tentang pembelajaran di ruang kelas sepanjang hidupnya.[4]
Lesson study sudah berkembang di Jepang sejak awal tahun 1900an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk memotivasi siswa-siswanya aktif belajar mandiri. Lesson study merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jogyokenkyu, yang berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan demikian lesson study merupakan pengkajian terhadap pembelajaran.[5]
Lesson study dapat diselenggarakan oleh kelompok guru-guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru semata pelajaran, semacam musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) di Indonesia. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study. Lesson study yang sangat popular di Jepang adalah lesson study yang diselenggarakan oleh suatu sekolah yang dikenal dengan konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960an. Konaikenshu juga di bentuk oleh dua kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kata kenshu yang berarti training. Jadi istilah konaikenshu berarti school-based in-service training atau in-service education within the school atau in-house workshop. Pada tahun 1970an pemerintah Jepang merasakan manfaat dari konaikenshu dan sejak saat itu pemerintah Jepang mendorong sekolah-sekolah untuk melaksanakan konaikenshu dengan menyediakan dukungan biaya dan insentif bagi sekolah yang melaksanakan konaikenshu. Kebanyakan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jepang melaksanakan konaikenshu. Walaupun pemerintah Jepang telah menyediakan dukungan biaya bagi sekolah-sekolah untuk melaksanakan konaikenshu tetapi kebanyakan sekolah melaksanakan konaikenshu secara sukarela karena sekolah merasakan manfaatnya.
Alasan mengapa lesson study menjadi populer di Jepang karena lesson study sangat membantu guru-guru. Walaupun lesson study menyita waktu tetapi guru-guru memperoleh manfaat yang sangat besar berupa informasi berharga untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa lesson study telah menjadi salah satu alternatif yang dipilih guru-guru di Jepang untuk meningkatkan kualitas profesionalisme guru yang berdampak pada peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Walaupun saat ini lesson study belum menjadi tradisi dalam komunitas pendidikan di Indonesia, akan tetapi sejak tahun 2005 kegiatan tersebut telah mulai diperkenalkan di Bandung, Yogyakarta, dan Malang.
Upaya untuk meningkatkan kualitas guru atau kualitas proses pendidikan pada umumnya, telah banyak dilakukan pemerintah melalui berbagai kegiatan baik yang bersifat regional maupun nasional, Akan tetapi hasil-hasil penataran tersebut seringkali tidak bisa secara langsung diterapkan di lapangan karena berbagai alasan antara lain tidak tersedianya infrastruktur pendukung yang memungkinkan hasil penataran tersebut bisa diimplementasikan. Selain itu proses desiminasi atau penyebarluasan hasil penataran kepada pihak lain sering kali hanya terbatas pada orang-orang terdekat saja bahkan mungkin tidak dilakukan sama sekali. Hal tersebut tentu saja sangat tidak menguntungkan mengingat biaya yang telah dikeluarkan pemerintah bukan jumlah yang sedikit. Dengan demikian upaya untuk mengembangkan alternatif in-service training guru yang dapat memperkuat pola-pola penataran yang ada perlu dilakukan sehingga proses peningkatan profesionalis guru dapat dilakukan secara lebih efektif.
Lesson study sebagai strategi peningkatan profrsionalisme guru di Jepang saat ini telah menyebar ke berbagai negara termasuk negara maju seperti Amerika Serikat. Hal ini terjadi terutama sejak diterbitkannya buku The Teaching Gap tahun 1999 yang memuat uraian tentang gambaran proses pembelajaran di tiga negara termasuk Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, buku tersebut mengulas juga tentang tradisi guru-guru di Jepang untuk belajar dari proses pembelajaran aktual yang kemudian dikenal dengan sebutan lesson study. Hal tersebut ternyata telah menarik perhatian para pendidik negara-negara lain sehingga saat ini lesson study dapat dikatakan telah menjadi milik dunia.
Lesson study di Indonesia, awalnya Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Malang (UM) mewakili pemerintah Indonesia melalui kerjasama pada program IMSTEP dengan pemerintah Jepang tahun 2004, beberapa dosen dari ke tiga universitas tersebut dikirim ke Jepang untuk belajar tentang lesson study, setelah pulang ke Indonesia mereka mengembangkannya hingga kini lesson study mulai menyebar di Indonesia. Lesson study mula-mula diujicobakan pada guru-guru mata pelajaran matematika dan IPA saja, kini lesson study sudah diterapkan pada semua matapelajaran di sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
Di SMPN 1 Lembang, lesson study diperkenalkan sejak SMPN 1 Lembang menjadi mitra UPI dalam proyek yang bernama piloting tahun 2004 –2005, waktu itu lesson study hanya diterapkan pada pembelajaran matematika, fisika, dan biologi. Karena lesson study banyak memberikan manfaat maka kemudian pada tahun 2007/2008 Kepala Sekolah SMPN 1 Lembang membuat kebijakan bahwa lesson study diterapkan pada semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

B. Pengertian Lesson Study
Lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.[6] Lesson study bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai metoda atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. Dengan kata lain lesson study merupakan suatu model peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement) melalui pengkajian terhadap pembelajaran. Lesson Study memberi kesempatan nyata kepada para guru menyaksikan pembelajaran di ruang kelas, lesson study membimbing guru untuk memfokuskan diskusi-diskusi mereka pada perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan refleksi pada praktik pembelajaran di kelas. Dengan menyaksikan praktik pembelajaran yang sebenarnya di ruang kelas, guru-guru dapat mengembangkan pemahaman atau gambaran yang sama tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran efektif, yang pada gilirannya dapat membantu siswa memahami apa yang sedang mereka pelajari. Karakteristik unik yang lain dari lesson study adalah bahwa lesson study menjaga agar siswa selalu menjadi jantung kegiatan pengembangan profesi guru. Lesson study memberi kesempatan pada guru untuk dengan cermat meneliti proses belajar serta pemahaman siswa dengan cara mengamati dan mendiskusikan praktik pembelajaran di kelas. Kesempatan ini juga memperkuat peran guru sebagai peneliti di dalam kelas. Guru membuat hipotesis (misalnya, jika kami mengajar dengan cara tertentu, anak-anak akan belajar) dan mengujinya di dalam kelas bersama siswanya. Kemudian guru mengumpulkan data ketika melakukan pengamatan terhadap siswa selama berlangsungnya pelajaran dan menentukan apakah hipotesis itu terbukti atau tidak di kelas. Lesson study merupakan pengembangan profesi yang dimotori guru. Melalui lesson study, guru dapat secara aktif terlibat dalam proses perubahan pembelajaran dan pengembangan kurikulum. Selain itu, kolaborasi dapat membantu mengurangi isolasi di antara sesama guru dan mengembangkan pemahaman bersama tentang bagaimana secara sistematik dan konsisten memperbaiki proses pembelajaran dan proses belajar di sekolah secara keseluruhan. Selain itu, lesson study merupakan bentuk penelitian yang memungkinkan guru-guru mengambil peran sentral sebagai peneliti praktik kelas mereka sendiri dan menjadi pemikir dan peneliti yang otonom tentang pembelajaran di ruang kelas sepanjang hidupnya.

1. Tahap-tahap Lesson Study
Lesson study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu plan (merencanakan), Do (melaksanakan) , dan See (merefleksi) yang berkelanjutan.
PLAN
DO
SEE





Gambar 2. Skema kegiatan Lesson study

a. Tahap perencanaan (Plan), yaitu bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat mendorong murid belajar dalam suasana menyenangkan, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai secara efektif melalui aktivitas belajar secara aktif dan kreatif. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama. Beberapa orang guru dapat berkolaborasi dalam kegiatan ini, sehingga ide-ide yang berkembang lebih kaya. Perencanaan diawali dengan analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi atau bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga menyangkut pedagogik tentang metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran berjalan efektif dan efesien atau permasalahan mengenai fasilitas belajar, yakni bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi, selanjutnya dituangkan dalam rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching materials berupa media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metode evaluasi. Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan oleh guru dalam rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara pendidik dengan pendidik lainnya, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar, sehingga melalui berbagai kegiatan dalam rangka lesson study ini diharapkan terbentuk situasi mutual learning (saling belajar).
b. Langkah kedua dalam lesson study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan bersama. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektifitas model pembelajaran yang telah dirancang. Dalam kegiatan ini, salah seorang pendidik bertindak sebagai guru, sementara pendidik yang lain bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Kepala sekolah dapat pula terlibat dalam kegiatan ini sebagai pemandu kegiatan dan pengamat pembelajaran. Fokus pengamatan dalam lesson study ditujukan pada interaksi para peserta didik, peserta didik-bahan ajar, peserta didik-pendidik, dan peserta didik-lingkungan yang terkait. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas di samping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan semata-mata untuk mengevaluasi pendidik yang tampil.
c. Langkah ketiga dalam kegiatan lesson study adalah refleksi (See). Yaitu setelah pembelajaran selesai dilaksanakan langsung dilakukan diskusi antara guru yang tampil mengajar dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Guru model yang telah tampil mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan., terutama berkenaan dengan aktivitas peserta didik. Tentunya, kritik dan saran dari pengamat disampaikan secara bijak dan konstruktif. Sebaliknya, guru model seyogyanya dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dalam diskusi ini, guru dapat merancang pembelajaran berikutnya yang lebih baik. . Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan lesson study harus memperoleh lesson learnt, dengan demikian terbangun learning community melalui lesson study. Pengalaman menunjukkan bahwa guru merasakan manfaat yang besar karena dapat melakukan instrospeksi diri serta lebih terbuka terhadap masukan yang membangun. Sementara guru yang tampil (guru model) merasa nyaman melakukan kegiatan pembelajaran meskipun di hadapan para pengamat, karena mereka tidak merasa dievaluasi. Pola lesson study juga efektif untuk Kepala Sekolah melakukan supervisi. Pada umumnya, peserta didik merasakan kepuasan dalam pembelajaran, karena suasana belajar menyenangkan dan memberi peluang kepada peserta didik untuk berkreativitas menggunakan sumber belajar yang bervariasi. Pada akhirnya kegiatan lesson study dapat meningkatkan kualitas mutu pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan guna menghasilkan lulusan yang unggul sehingga mampu bersaing di pasar kerja.
Lesson study merupkan program peningkatan kualitas pembelajaran ala Jepang yang di nilai menjadi kunci keberhasilan Jepang dalam peningkatan kualitas pendidikan. Lesson study didasarkan pada model peningkatan pembelajaran yang sifatnya terus-menerus. Sekalipun peningkatan yang dicapai melalui satu kegiatan lesson study hanya kecil saja, namun karena kegiatan dilaksanakan terus-menerus maka peningkatan itu menjadi besar. Lesson study selalu memfokuskan pada bagaimana membuat siswa belajar. Tujuan pendidikan adalah untuk membuat siswa belajar, oleh karena itu segala program pendidikan hendaknya diarahkan untuk membantu agar siswa meningkat dan berhasil dalam belajar. Lesson study memfokuskan pada peningkatan yang bisa langsung dimanfaatkan dalam konteks yang ada. Setiap kegiatan pembelajaran merupakan suatu unit yang harus dianalisis dan ditingkatkan sehingga perbaikan yang dimaksud bisa langsung diterapkan. Lesson study merupakan sebuah kolaborasi. Dengan melakukan kolaborasi para guru bisa langsung bertukar pikiran dan saling memberi masukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kegiatan lesson study sesungguhnya merupakan tempat bagi para guru untuk belajar.
Adapun tipe-tipe lesson study menurut Didi Suryadi sebagai berikut :[7]
a. Lesson Study berbasis Sekolah, Lesson study tipe ini dilaksanakan dengan tujuan utama meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang study yang diajarkan. Oleh karena kegiatan Lesson Study meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi maka setiap guru terlibat secara aktif dalam ketiga kegiatan tesebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan Leson Study tersebut, guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa dilakukan, memilih alternatif model pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan kekurangan alterntif model pembelajaran yang dipilih, melaksanakan pembelajaran, mengobservasi proses pembelajaran, mengidentifikasi hal-hal penting yang terjadi dalam aktifitas belajar siswa di dalam kelas, melakukan refleksi bersama-sama atas hasil observasi kelas, serta mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Peserta yang mengikutinya adalah warga sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru-guru.
b. Lesson Study berbasis matapelajaran, Lesson study tipe ini dilaksanakan dengan tujuan utama meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut bidang study tertentu yang diajarkan, dan pada prakteknya Lesson study berbasis mata pelajaran dilakukan hanya oleh guru-guru mata pelajaran tertentu saja yang terhimpun dalam MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) yang ada disekolah tersebut, guru semata pelajaran lintas sekolah, atau MGMP tingkat gugus. Lesson study tipe ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah, satu kabupaten, atau lebih luas lagi.
2. Pengetahuan Berkembang Melalui Lesson Study
Berawal dari masalah yang diajukan guru pada saat diskusi, tentang bagaimana cara membantu siswa melakukan proses berpikir secara lebih efektif pada saat mereka dihadapkan pada suatu masalah yang bersifat tidak rutin. Dari diskusi yang berkembang, akhirnya muncul berbagai pendapat yang antara lain menyatakan bahwa untuk membantu proses berpikir siswa agar mengarah pada proses solusi yang diharapkan, guru dapat melakukannya melalui teknik scaffolding.[8] Teknik ini pada dasarnya adalah pemberian bantuan yang bersifat mengarahkan dalam bentuk pertanyaaan, hints, atau ilustrasi masalah lain yang lebih sederhana. Melalui teknik tersebut siswa diharapkan melanjutkan proses berpikir mereka kearah yang diharapkan. Pada kenyataannya, diskusi yang berkembang bisa memunculkan berbagai pendapat yang sangat beragam. Keberagaman pendapat ini pada akhirnya akan sangat bermanfaat bagi peserta karena pengetahuan masing-masing pihak lebih meningkat.
Dari ilustrasi diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa pengetahuan guru dapat berkembang secara produktif melalui pertukaran pemahaman tentang masalah yang diajukan. Setiap peserta diskusi mengemukakan pendapatnya sesuai dengan sudut pandang dan pengalamannya masing-masing. Dengan terjadinya diskusi serta tukar pandang secara kritis terhadap masalah yang sama, maka pada akhirnya diperoleh suatu kesimpulan yang disepakati bersama sebagai suatu pengalaman baru yang dapat diterima secara umum.
Dalam kaitannya dengan proses pengembangan pengetahuan pada diri seseorang, Nonaka (2005) mengajukan suatu model interaksi antara dua tipe pengetahuan yaitu tipe tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan bersifat subjektif dan experiential yang belum dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, kalimat, bilangan, atau formula secara definitif. Dengan demikian, tacit knowledge sangatlah relatif dan terkait erat dengan konteks yang dikenal individu pemiliknya atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Sementara itu explicit knowledge adalah pengetahuan bersifat objektif dan rasional dan dapat diilustrasikan dengan kata-kata, kalimat, bilangan atau formula secara definitif sehingga dapat dinyatakan sebagai pengetahuan yang bebas konteks. Dalam proses berkembangnya pengetahuan pada diri seseorang, kedua tipe pengetahuan tersebut saling terkait erat satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pengetahuan seseorang yang diperoleh melalui pengamatan (tacit knowledge) sangat dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya (explicit knowledge) yang sudah dimiliki. Seorang anak yang dihadapkan pada bangun geometri tertentu, misalnya sebuah daerah persegi panjang yang terbuat dari kertas karton, maka manakala anak tersebut diminta untuk mendeskripsikan bangun geometri tersebut, tentulah deskripsi yang diajukan akan berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah dimiliki. Contoh lain seorang anak yang baru pertama kali melihat binatang tertentu akan mencoba mendeskripsikannya dengan menggunakan sifat-sifat binatang yang pernah dikenalnya. Dengan demikian, pengetahuan definitif dapat menjadi kerangka acuan untuk membentuk pengetahuan baru yang belum definitif dapat menjadi dasar bagi terbentuknya pengetahuan definitif baru.
Tacit knowledge yang terbentuk berdasarkan hasil pengamatan atau pengalaman individual dapat berkembang menjadi explicit knowledge melalui interaksi antar individu. Jika sejumlah individu terlibat dalam sebuah pengamatan proses pembelajaran, maka akan terbentuk tacit knowledge berbeda-beda sesuai kerangka acuan yang dimiliki masing-masing. Proses pertukaran tacit knowledge dalam suatu diskusi akan mendorong terbentuknya pengetahuan baru yang sangat produktif khususnya jika individu yang terlibat dalam diskusi tersebut memiliki latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda.
Interaksi yang dikembangkan dalam suatu kegiatan seperti diskusi, ternyata dapat secara konstruktif menunjang proses berkembangnya pengetahuan pada diri seseorang. Lesson study sebagai sesuatu kegiatan yang diawali dengan pengembangan perencanaan secara bersama, proses pembelajaran terbuka dengan melibatkan sejumlah observer, dan refleksi atau diskusi paska pembelajaran, merupakan kegiatan yang sangat potensial untuk menciptakan interaksi dari berbagai pihak, yaitu guru, kepala sekolah, dosen, pejabat dinas pendidikan, dll. Melalui interaksi yang dapat terjadi dalam berbagai tahapan kegiatan, maka sangat dimungkinkan terjadinya sharing pengetahuan serta tacit knowledge yang diperoleh melalui pengamatan terhadap pembelajaran. Dengan berkembangnya pengetahuan secara konstruktif, maka selain masing-masing pihak yang terkait memperoleh input dan umpan balik, sebagai tindak lanjutnya tidak mustahil memunculkan inovasi pembelajaran.[9]
Persiapan lesson study dapat melibatkan banyak pihak, misalnya kelompok guru sebidang study dalam satu sekolah, kelompok guru lintas bidang dalam satu sekolah, kelompok guru sebidang dalam MGMP, kelompok guru dan dosen sebidang dalam satu wilayah, dll. Dengan demikian, rencana pembelajaran yang disusun bersama diharapkan kualitasnya lebih baik jika dibandingkan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara individu. Keterlibatan berbagai unsur dalam pengembangan sebuah rencana pembelajaran, memungkinkan terjadinya sharing pendapat, pengalaman dan penegtahuan secara konstruktif sehingga produk akhiryang diperoleh menjadi lebih baik.
Persiapan lesson study meliputi kegiatan identifikasi masalah pembelajaran, analisis masalah pembelajaran tersebut dari sisi mata ajar, teaching material, serta alternatif strategi pembelajaran yang mungkin diterapkan, dan penyusunan rencana pembelajaran. Pada tahap ini guru-guru berkolaborasi melakukan analisis terhadap pembelajaran yang biasa dilakukan untuk topik tertentu, mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan cara mengatasi kelemahan atau masalah yang ada, memilih alternatif terbaik yang akan diujicobakan, menyiapkan bahan ajar dan teaching material, serta menyusun alternatif strategi pembelajaran untuk topik yang dipilih. Karena fokus diskusi meliputi bahan ajar, teaching materi , dan strategi pembelajarannya maka pada kegiatan tersebut setiap guru atau pihak yang terlibat dalam diskusi dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan serta pengalamannya masing-masing. Dengan demikian sharing pengalaman dan pengetahuan akan terjadi secara konstruktif sehingga wawasan masing-masing pihak semakin berkembang.
Berkembangnya pengetahuan guru tentang materi ajar dan pembelajaran dapat juga terjadi pada saat implementasi pembelajaran yakni melalui kegiatan observasi. Melalui kegiatan tersebut setiap observer dapat melakukan pen gamatan secara mendalam tentang respon serta prilaku belajar siswa terhadap rencana pembelajaran yang dipersiapkan secara bersama-sama. Latar belakang pengetahuan observer yang beragam tentu saja akan menyebabkan bervariasinya hasil pengamatan yang diperoleh. Beragamnya hasil pengamatan dan temuan masing-masing observer menjadi sangat menarik pada saat dilakukan refleksi pasca pembelajaran. Temuan hasil observasi yang beragam tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan secara lebih produktif sehingga masing-masing pihak pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan tentang pembelajaran yang terjadi secara lebih komprehensif.




C. Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Berangkat dari konsep pendidikan Islam, yang dimaksud pendidikan agama islam di sekolah dapat dipahami sebagai suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran yang diberi nama pendidikan Agama Islam disingkat PAI.[10] Dalam kurikulum nasional pelajaran PAI merupakan mata pelajaran wajib di sekolah umum sejak TK sampai Perguruan tinggi. Kurikulum PAI dirancang khusus sesuai dengan situasi, kondisi dan penjenjangan pendidikan siswa dan mahasiswa.
Berangkat dari konsep pendidikan Islam dan pengertian PAI di sekolah, maka keberadaan mata pelajaran mata pelajaran PAI di sekolah merupakan salah satu media pendidikan Islam.
Misi utama PAI adalah membina kepribadian siswa secara utuh dengan harapan kelak mereka akan menjadi ilmuan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.
Melihat keberadaan di sekolah, secara institusional pelaksanaan PAI terikat oleh sistem pendidikan sekolah yang cenderung menganut sistem sekuler. Di satu sisi PAI merupakan sub sistem pendidikan nasional namun disisi lain PAI merupakan sub sistem dari sistem pendidikan Islam yang dituntut mengembangkan sistem materi dan pengelolaan tersendiri sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam. Oleh karena itu persoalan PAI di sekolah sangat berbeda dengan persoalaan Islam secara keseluruhan.
Dalam sistem pendidikan di sekolah terdapat dua istilah yaitu pendidikan dan pengajaran. Berkaitan dengan dua istilah tersebut para praktisi cendenrung ke arah pengajaran bukan pendidikan. Berkaitan dengan makna visi dan misi mata pelajaran PAI di sekolah untuk membentuk pribadi yang utuh diperlukan pendidikan agama bukan pengajaran agama. Namun yang terjadi di lapangan pada umumnya adalah pengajaran agama. Mukin hal seperti ini menjadi salah satu penyebab kemerosotan akhlak, khususnya dikalangan para siswa dan generasi muda pada umumnya.
Pendidikan bukan sekedar transfer informasi tentang ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses pembentukan karakter. Ada tiga misi utama pendidikn yaitu Pewarisan pengetahuan (transfer of knowledge), Pewarisan budaya (transfer of culture), dan pewarisan nilai (transfer of value). Sebab itu pendidikan bisa dipahami sebagi suatu transformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Sedangkan pengajaran lebih berorientasi pada pengalihan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh keahlian khusus atau spesialisasi yang sangat sempit dan mendalam.
Berdasarkan dua pemikiran tersebut diatas, materi agama Islam diberi nama mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bukan Pengajaran Agama Islam atau mata Pelajaran Agama Islam. Sebagai konsekuensinya, materi PAI disampaikan melalui proses pendidikan yang dilaksanakan secara utuh, menyeluruh dan berkesinambungan, karena akan membentuk karakter yang baik dan bisa dilpertahankan sampai akhir hayat.
Penyelenggaraan PAI di sekolah dapat dibedakan antara program dengan tujuan. PAI di sekolah merupakan salah satu program dari pendidikan Islam. Berfungsi sebagai media pendidikan Islam melalui lembaga pendidikan.
Nurcholis Madjid, (1999), membedakan penyelenggaraan pendidikan agama menjadi dua bagian: Pertama, program pendidikan yang bertujuan untuk mencetak ahli-ahli agama. Kedua, program pendidikan agama yang bertujuan untuk memenuhi kewajiban setiap pemeluk agama untuk mengetahui dan mengamalkan dasar-dasar agamanya. PAI disekolah termasuk penyelenggaraan yang kedua yaitu program pendidikan yang bertujuan membina siswa serta menjadikannya sebagai orang yang taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan mereka sebagai ahli dalam bidang agama.[11]
Sehingga PAI di sekolah adalah suatu mata pelajaran yang bertujuan untuk menghasilkan siswa yang memiliki jiwa agama dan menja;lankan perintah agamanya, bukan menghasilkan siswa yang berpengetahuan agama secara mendalam. Jadi titik tekanya adalah mengarahkan siswa menjadi orang yang beriman dan melaksanakan amal shaleh sesuai dengan kemampuan masing-masing.





[1] http://learning-with-me.blogspot.com/2006_09_01_learning-with-me_archive.html
[2] http:// www.sman1kesamben.com, di akses tgl. 31 Mei 2007
[3] http:// www.sman1kesamben.com, di akses tgl. 31 Mei 2007.
[4] http:// www.sman1kesamben.com, di akses tgl. 31 Mei 2007
[5] Sumar Hendayana, dkk., Lesson Study Suatu Strategi Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. 2006), hlm.20.
[6] Sumar Hendayana, dkk., Lesson Study Suatu Strategi Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. 2006), hlm.10.
[7] Didi Suryadi, Makalah Lesson Study, (disampaikan dalam workshop Lesson Study yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Bandung Barat., Th. 2007), hlm. 9-11.
[8] Sumar Hendayana, dkk., Lesson Study Suatu Strategi Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. 2006), hlm.32.
[9] Ibid., hlm. 32-33
[10] Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qur’ani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, (Tasikmalaya : Pondok Pesantren Suryalaya, 2005), cet. ke –1, hlm. 1.
[11] Ibid., hlm. 4